warriorweeknow, Jakarta – Terjadi pelecehan seksual di Universitas Pancasila (UP). Pelecehan seksual, bukan di tingkat mahasiswa, disebut dilakukan oleh rektor yang saat ini dinonaktifkan tersebut kepada dua pegawai di bawah ETH pertama.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) pun turut mendengarkan kasus tersebut.
KemenPPPA prihatin dengan pelecehan seksual yang dilakukan dua pegawai Universitas Pancasila. Wakil Menteri Hak Perempuan PPPA Ratna Susianawati mengatakan, pihaknya mendukung penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum, dalam hal ini Polda Metro Jaya, menanggapi pengaduan korban.
Keselamatan para korban menjadi pertimbangan utama dan kami mengapresiasi respons cepat Polda Metro Jaya yang segera menindaklanjuti laporan para korban, kata Ratna dalam keterangan resmi, Rabu (28). . /2/2024).
“Tentunya kami mendukung proses penyidikan dengan mengedepankan sisi korban dan kami berharap dapat bekerja sama mengikuti seruan pihak kepolisian untuk mengusut orang-orang yang diduga bertanggung jawab,” imbuhnya.
Tuduhan pelecehan seksual terhadap ETH menyebabkan dia dicopot dari jabatan Rektor UP. Hal itu diterima oleh Kementerian PPPA.
“Kami juga menyambut baik sikap diam pihak kepolisian terhadap tersangka yang bertanggung jawab menjaga independensi proses penyidikan,” kata Wakil Menteri Hak Perempuan PPPA di Jakarta, Selasa, 27 Februari 2024.
Menurut Ratna, adanya kekerasan seksual yang dilakukan pimpinan perguruan tinggi sangat mengkhawatirkan.
Ratna menilai kasus ini membuktikan adanya hubungan kekuasaan di antara mereka yang disebut-sebut bertanggung jawab melakukan kejahatan kekerasan seksual.
“Jika terbukti orang yang disebut-sebut melakukan hubungan seksual, itu merupakan contoh nyata adanya relasi kekuasaan di dunia kerja, termasuk di kalangan akademisi. Dan kami tegaskan kembali bahwa kekerasan seksual merupakan pelanggaran HAM yang tidak dapat diterima, kata Ratna.
Ratna pun mengapresiasi keberanian korban melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib.
“Kami juga mengapresiasi keberanian para korban yang melaporkan kasus kekerasan seksual dalam memperjuangkan keselamatan dan akses terhadap keadilan. Dan juga keluarga yang mendukung para korban dengan berani mengungkap pelecehan tersebut. “
Kementerian PPPA melalui Kelompok Pelayanan Ramah Perempuan dan Anak (SAPA) 129 mengoordinasikan proses pemantauan kasus ini bersama UPTD PPA Provinsi DKI Jakarta dan Irjen Kemendikbud. Tujuannya adalah untuk melindungi dan menegakkan hak-hak para korban.
“Syarat pemberian bantuan adalah persiapan asesmen, pendampingan psikologis dan pengawasan proses peradilan. “Tentunya hal ini memerlukan kerja sama semua sektor untuk menjamin hak-hak perempuan korban kekerasan.
Apabila tindak pidana orang yang disangka bersalah terbukti dalam penyidikan, maka huruf C dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 “Tentang Kekerasan Seksual” dapat diterapkan kepadanya sesuai Pasal 64. dari KUHP.
Artikel ini mengatakan:
“Barangsiapa memanfaatkan suatu kedudukan, kekuasaan, amanah atau kepercayaan dengan cara penipuan atau keadaan, atau mengambil keuntungan dari kelemahan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, dengan paksaan atau dengan cara yang salah, memimpin atau membiarkan persetubuhan atau perbuatan tidak senonoh dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Selain itu, terdakwa dapat dipidana sesuai Pasal 5 KUHP. Secara umum kekerasan seksual non fisik diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau denda paling banyak 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Setiap korban yang melihat, melihat atau mendengar kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat segera melaporkannya. “SAPA 129 dapat dihubungi dengan mudah melalui telepon 129 atau Whatsapp 08111-129-129,” pungkas Ratna.
Dalam kasus ini, korban RZ pertama kali melaporkan kasus pelecehan tersebut ke Polda Metro Jaya pada 12 Januari 2024 dan korban D melaporkannya ke Mapolres pada 28 Januari 2024 RZ meminta bantuan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk Minggu. 25 Februari 2024.