warriorweeknow, Jakarta – Peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan seringkali membutuhkan waktu lama untuk menerima layanan kesehatan.
Tak jarang antriannya mencapai enam jam. Hal ini bahkan menyebabkan antrian yang padat di puskesmas dan fasilitas kesehatan. Konon, antriannya sangat panjang sehingga pasien memilih memakai sepatu sebagai tanda antrian. Mereka duduk dan menunggu.
Permasalahan tersebut menjadi perhatian dan BPJS Kesehatan akhirnya menemukan solusinya. Upaya yang dilakukan adalah dengan membuat antrian online atau antrian jaringan. Pada antrian ini, pengguna tidak perlu ke fasilitas kesehatan (fax) pada pagi hari, namun sesuai antrian, mereka online.
Hal ini merupakan salah satu dampak dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Berkat itu, waktu tunggu bisa dikurangi menjadi 2,5 jam.
Sayangnya, menurut BPJS Kesehatan, perubahan teknologi ini belum sepenuhnya dipahami masyarakat. Beberapa orang tiba di fasilitas kesehatan sebelum waktu pemeriksaan meskipun mereka sudah membuat janji temu online.
Direktur BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menanggapi warriorweeknow Kesehatan pada Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi Jaminan Sosial ke-17: “Kita sudah antre secara online, tapi tidak semua orang benar-benar paham melek digital, tidak semua orang.” ) di Bali, Rabu (3 Juni 2024).
Oleh karena itu, lanjut Ali, perlu adanya perubahan menyeluruh tidak hanya di bidang teknologi tetapi juga di masyarakat.
“Hal ini membutuhkan perubahan tidak hanya dalam ide dan keterampilan tetapi juga dalam budaya.”
Ali mencontohkan saat mengunjungi salah satu Puskesmas di Kulonprogo, ia melihat masyarakat mengantri secara online.
“Ada seorang wanita yang mengantri online dan dia mengantri pada pukul 10 pagi, tetapi ketika saya sampai di pusat kesehatan pada pukul 7:30 dia sudah ada di sana dan rumahnya dekat.”
Menurut Ali, sang ibu khawatir ada orang lain yang mengantri.
“Artinya ada ketidakcocokan budaya. “Budayanya masih takut diambil alih, dan meski menggunakan sistem baru, antrian online, masyarakat masih belum bisa mengambil alih,” jelas Ali.
Di sisi lain, sebagian orang merasa tidak puas jika meminta nasihat namun tidak bertemu langsung dengan tenaga medis.
“Banyak dari kita, meski menggunakan layanan online, tidak datang langsung ke rumah sakit (merasa tidak mampu). Meskipun konsultasi (online) dimungkinkan. “Misalnya kita mendapat bayaran ketika kita dibayar, dan kalau tidak (segera) kita tidak akan puas,” jelas Ali.
Hal serupa tidak hanya terjadi di masyarakat pedesaan atau regional, tetapi juga di perkotaan.
“Iya kalau di masyarakat luas, kalau yang terjajah rentang usianya 60 tahun ke atas. “Ini tentang mempelajari hal-hal baru, sulit dan membutuhkan waktu lama.”
“Sebenarnya bisa diselesaikan oleh cucu atau anak, tapi anak juga sibuk dan malas bertanya ke kakek dan neneknya. “Ya, itu adalah sebuah tantangan.”
Meski begitu, lanjut Ali, jumlah pengguna aplikasi seluler JKN mengalami peningkatan, yakni sebanyak 34 juta orang mengunduh aplikasi tersebut.